Ini adalah novel (?) pertama yang pernah kubuat. Atau cerita bersambung kali yaa yang lebih tepat. Terserahlaah mau disebut apa. Aslinya kisah ini ditujukan untuk mengenang dan mengingatkan kita betapa berharganya kehadiran seseorang dalam hidup kita. Mungkin saat ini tidak kita sadari, tapi nanti kita akan tahu pasti bahwa dia adalah harta tak ternilai untuk kita :)
tapi sepertinya kisahnya akan berupa cerbung (cerita bersambung) sih, soalnya menyesuaikan waktu luangku. Heheeee~~~
Selamat membaca :))
tapi sepertinya kisahnya akan berupa cerbung (cerita bersambung) sih, soalnya menyesuaikan waktu luangku. Heheeee~~~
Selamat membaca :))
9 September 2007
Sejak sekian jam yang
lalu Maya membolak-balik buku mengenai dunia teknologi dan informatika, dan
akhirnya pun menyerah, menutupnya, kemudian meletakkannya di atas meja belajar.
Sekian detik kemudian, Maya menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dan ditariknya
napas dalam-dalam. Rasanya ia berada di ambang ketidakberdayaan. Di sepanjang
sejarah akademisnya, Teknologi Informatika selalu menduduki peringkat kedua untuk mendapatkan
remidi. Memang, menjalani remedial bukanlah akhir dari segalanya, tapi bagi
Maya, melihat dua angka lima berjajar, semua usahanya terasa khatam sudah. Ia
takut kejadian yang sama terulang kembali. Ini sudah remidinya yang ketiga.
“Sebodoh apa sih
diriku, sampai-sampai remidi dan remidi lagi? Padahal bahasa Inggris yang
selalu jadi momok bagiku aja ngga remidi?” batin Maya. “Pfuuhh..capeeeekkkk!! Coba
punya pacar yang high-tech yaa.. pasti
lain ceritanya. Duuhh, mana hari ini menstruasi hari pertama. Perutku nyeri bukan
main!! Gustiii...paringana bojo sing
bagus tur pinter IT!!” teriak Maya akhirnya sambil menangis. Jarum jam
menunjukkan pukul 03.00, masih empat jam lagi untuk menjalani ujian remidi.
Maya mencoba mengingat-ingat hafalannya sambil memejamkan mata hingga tanpa
terasa ia pun tertidur.
©©©
“Bangun May!! Woyyy,,
BANGUN MAY, BANGUN!! Ada gempa, CEPAT KELUAARRR!!!” teriak Nino, kakak kedua Maya,
lengkap dengan panci dan sendok sayur di tangannya.
“Hah? Apa?
gem..gempa? Gempa??! Ayo keluar!!” Maya langsung lari keluar sambil
teriak-teriak menyuruh seisi rumah keluar. Tapi respon yang didapat Maya hanya
wajah bengong dan ketawa Nino yang sudah meledak dari tadi.
“Dek, kamu mimpi
buruk ya? Sini minum susu anget dulu, sama ibu udah buatkan sup kacang merah
kesukaanmu.”
“Mama kok diem aja?”
tanya Maya yang kemudian melirik ke arah Nino yang tertawa terbahak-bahak
sambil memegangi perutnya.
“Hahahaaa..sumpah
ekspresimu jelek banget tauk!! Hahahaa...”
“KAK NINO!!! Setan
beneran kamuu!! Gangguin orang ga kira-kira, awas ya nanti, KUBALAS KAMU!!”
ancam Maya.
“Sudah..sudah, pagi
ini kan adek mau ada ujian, Kakak jangan digangguin kayak gitu, kasihan. Dek,
ini diminum dulu susunya. Kali ini diminum ya sampai habis.”
“Tauk tuh Ma, kak
Nino emang gitu.. Ahh, aku kan engga doyan susu!!”
Ibu melotot melihat
reaksi Maya. Tapi adegan itu segera terpotong dengan kata-kata Nino
“Cepetan dikitlaah,
jadi orang lelet banget. Sudah jam enam seperempat loh, lagian hari ini kamu
jalan kaki to? Ntar telat”
“WHAT?!”
“Liat tuh jamnya
angka berapa?” kata Nino sambil menunjuk jam dinding yang tertempel di ruang
tengah, persis di sebelah ruang makan. “Buruan mandi, susunya buat aku aja,
lagian kamu ga doyan an?” tambah Nino sambil mengambil gelas dari hadapan adik
semata wayangnya itu.
Maya terlihat panik,
dan tanpa ba-bi-bu langsung berlari ke kamar mandi lengkap dengan peralatan
mandinya. Reaksi Maya itu diikuti dengan senyum geli dari Nino yang mulai
meminum segelas susu coklat yang ada di tangannya. Tak lebih dari 10 menit Maya
mandi, dan saat kembali ke kamar, tanpa sengaja ketemu Bi Icha di depan kamar
yang terbengong-bengong melihatnya.
“Tumben Non, jam
segini sudah mandi dan rapi?”
“Duh Bi, Maya ada
ujian nih, takut telat.”
“Emangnya Non masuk
jam enam ya? Pagi bener Non ujiannya?”
“Maksudnya bi?” tanya
Maya dengan perasaan heran. Tanpa menunggu jawaban dari Bi Icha, Maya pun
membuka pintu kamar dan melihat jam wekernya.
“WHAT?!! DOUBLE WHAT
WHAT?? Setengah enam? KAK NINO JAHAAAATT!! Sumpah,, J-A-H-A-T, Jahaaat!!” teriak Maya dengan sangat kesal.
Yang empunya nama hanya tertawa sambil memegangi perutnya. “Duh kasian banget
sih elo, jadi orang bego banget.”
Maya menatap tajam
kakaknya sambil menghembuskan napas tanda kesal. Ia pun berkacak pinggang
sambil berkata, “Kak Nino!! Kamuuuu...”
“Ganteng ya?” potong
Nino sambil menaikkan alisnya
“Iyaaa..Kak Nino
ganteng.. kayak Rangga alias Rangganteng
blas!! Tanggung jawab!! Pokoknya nanti kudu
anter ke sekolah, terus jemput aku, terus anterin aku ke toko buku, tungguin,
terus traktir makan. Ga pake kata tidak. TITIK. Kalau engga aku bujuk Papa buat
ngebatalin liburan kakak ke Bali.” Ujar Maya sambil tersenyum licik.
“Terus..terusin aja.. Curang
banget sih jadi adik. Iya, iyaa.. tapi awas ya kalau sampe liburanku batal! Gak
ada yang namanya oleh-oleh”
“Hahahaa... oke
fix!!” ucap Maya sambil ketawa penuh kemenangan kemudian menuju ruang makan.
Seluruh penghuni rumah hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat aksi
kedua anak tersebut. Nino dan Maya memiliki selisih usia satu tahun, sehingga
keduanya terlihat lebih dekat dan sangat akrab dibandingkan dengan Dito, kakak
pertama Maya, yang sekarang kuliah di Bandung.
©©©
“Busyeeet.. baru jam
enam. Kak Nino juga, lama banget dandannya. Apa-apaan ini, mandi aja setengah jam? kayak cewek aja sih.” Maya mulai
mengomel sambil mondar mandir di ruang tamu. “Kak..udah belooomm, udah males
nih nungguin kakak. Lima menit lagi belom siap, aku tinggal nih.”
“Heh bawel.. Setengah
jam lagi juga belum telat, sabar dikit napa?”
“Ahhh.. berangkat
sekarang engga? Kalo enggak, mending aku jalan kaki aja, daripada marmos.”
“Yaudah, hati-hati
ya.. kalau nyeberang lihat kanan-kiri, jangan bicara sama orang asing, jangan
mau kalau diboncengin orang ga dikenal, terus..”
“Iya, iyaa.. Maya
udah gedhe. Udah ngerti! Mama.. berangkat dulu.” Maya segera memotong sebelum
Nino berpanjang lebar menceramahi Maya.
“Ga bareng kakak aja
dek? Ntar di jalan ga ada yang ngelindungin kamu loh. Kalau ada apa-apa gimana?
Udah tungguin kakak aja, bentar lagi juga selesai.”
“Tapi Ma, Maya...”
“Udah Ma gapapa,
sekali-kali Dek Maya jalan kaki, kan masih pagi juga, ga bakalan kenapa-napa.
Kali-kali lah dia pergi sendirian, biar ga manja teruss.. toh juga cuma deket
gini dari rumah. Ntar pulang sekolah juga Nino jemput kok.” Sahut Nino dari
lantai atas kamarnya.
Maya cuma mrengut mendengar kata-kata yang dilontarkan Nino. Mau protes tapi sepertinya semua kata-kata tertahan di kerongkongan.
Maya cuma mrengut mendengar kata-kata yang dilontarkan Nino. Mau protes tapi sepertinya semua kata-kata tertahan di kerongkongan.
“Yaudah kali ini aja
ya dek? Sana berangkat duluan, tapi inget ya, hati-hati di jalan. Kabari mama
kalau udah sampai di sekolah.”
“Siap Ma!” ucap Maya
sambil meletakkan tangan didahi dan memasang senyum selebar mungkin.
Merasa khawatir
dengan putri semata wayangnya, Bu Mila mengantar Maya sampai ke depan pintu
pagar. Maya pun mencium tangan mamanya dan pamit berangkat ke sekolah. Dari
rona wajahnya nampak ia sedang merasakan sejuknya udara pagi yang sudah lamaa
sekali tidak dinikmatinya. Baru sekian detik
Maya ingin memejamkan mata untuk menghayati angin yang berhembus di pipinya, di
saat yang bersamaan, tiba-tiba sebuah mobil Jazz hitam berhenti tepat di sebelahnya.
Daann…
(BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar