Senin, 12 Desember 2016

Surat untuk Suamiku

Ketika memvisualisasikan masa depan, ada hal yang ingin kusampaikan kepada suamiku kelak. Sejatinya, aku belumlah tahu siapa yang akan berjodoh denganku, tapi setidaknya saat ini aku ingin menuliskannya agar ini menjadi doa dan penguatan untukku. Aamiin :)

Kepada yang tercinta suamiku
Mungkin suratku ini akan terlalu panjang buatmu yang tidak suka membaca tulisan yang banyak, tapi aku mohon bacalah dulu hingga tuntas, sekali ini saja, bacalah dengan sabar dan seksama ya..

Aku bahagia sekali karena pada akhirnya surat ini sampailah di tanganmu dan benar-benar sedang kamu baca. Hal pertama yang ingin kusampaikan adalah
"aku sungguh bahagia dan beruntung sekali memilikimu"

Sebelum tiba hari ini, aku sadar pastinya banyak wanita yang singgah dalam hidupmu, bahkan mungkin diantara mereka ada yang pernah menempati relung hatimu. Bisa jadi pula, dari sekian banyak kisah itu ada masa kamu sangat dipuja oleh banyak wanita hingga  kamu takut untuk melangkah ke arah yang namanya komitmen. Tidak mudah pastinya bagimu untuk membuka diri, berbagi cerita ke setiap wanita yang kamu temui, dan meyakinkan padanya bagaimana sebenarnya perasaanmu agar tidak menyakitinya. Mungkin pula dari kisah yang terjalin, ada pula rasa sakit dan kecewa yang masih tertinggal. Aku juga paham betul jika kamu pernah merasakan kesedihan atau luka yang mendalam karenanya.

Itu semua memang telah berlalu, bukan berarti ini akhir dari segala, karena ini awal dari perjalanan kita. Tapi lebih daripada itu, aku terharu karena pada akhirnya kamu mempercayakan seluruh hatimu padaku, mengizinkanku untuk berproses bersama-sama denganmu sehingga kita bisa lebih baik lagi dan berjalan lebih jauh lagi. Kau pun menggenggam tanganku mengiringi langkahku untuk tumbuh bersama hingga tua nanti, harapannya tidak hanya di dunia ini tapi juga untuk akhirat kelak. Aku sungguh terharu kamu tak lagi ragu untuk memasukkanku ke dalam bagian penting dalam hidupmu, tak peduli seberapa berat tantangan dan rintangan yang mungkin kita hadapi kedepannya.

Saat kamu membacanya, aku berharap kamu menyadari betapa bahagianya aku yang telah menemukan belahan jiwa (soulmate), satu-satunya orang yang menjadi pelindungku dan tempat berbagi kasih sayang. Sungguh, aku tak bisa berhenti bersyukur kepada Allah.
Barangkali nantinya, selama proses perjalanan kita, aku terlalu menjengkelkan hingga membuatmu kesal atau kecewa, barangkali pula ada sifatku yang masih kekanakan, mudah merajuk, atau mudah terbawa emosi. Bila saat itu terjadi, semoga engkau dikuatkan dengan kesabaranmu dan mau menasehatiku dengan bijak saat aku dirasa diluar batas. Ya, itu semua karena aku juga bukanlah wanita yang sempurna, sama seperti yang lain, aku juga punya kelemahan.
Di surat ini aku juga tidak bisa menjanjikan kehidupan yang sempurna untukmu, tapi aku berjanji akan berusaha berproses untuk menjadi lebih baik setiap harinya, belajar bersama-sama, saling menguatkan untuk menjadi pasangan yang saling menyempurnakan. Aku juga ingin tetap berada di sampingmu karena aku tahu hidup bersamamu akan terasa lebih membahagiakan, apapun kondisinya. Tidak hanya sebagai istri yang selalu mencari ridha suami, aku juga ingin menjadi teman hidup dan ibu yang baik, yang membawa keceriaan dan aura positif dalam hidupmu maupun anak-anak kita kelak.

Aku tahu menjadi pribadi dalam versi terbaik memang tidaklah semudah dan seinstan yang ada di negeri dongeng, tapi bersamamu aku tetap yakin kita akan memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku akan belajar untuk memaknai roda kehidupan, yang kadang di atas kadang di bawah. Saat kita di atas, semoga diingatkan untuk rendah hati, begitu pula saat di bawah, semoga diingatkan untuk bertahan karena kita sadar hal itu hanya sementara. Semoga jalan kita dimudahkan ya sayang. Aku menyayangimu dan semoga setiap harinya kita bisa semakin memupuk rasa saling menyayangi ini.

Salam sayang,
dari istrimu

Rabu, 09 November 2016

Mengenang Sebuah Rasa yang Tak Terjelaskan

malam itu jam arlojiku sudah menunjukkan pukul 21.57, dan aku hanya berdua denganmu, yang sedang berjuang untuk tetap hidup. Di setiap detiknya kamu terus bertahan, sambil mungkin merintih kesakitan atau semacamnya dengan bahasa yang sulit kupahami kala itu.

Aku berusaha untuk tetap menyentuhmu dan mengajakmu berbicara. Seberapa keras berusaha, tapi yang namanya takdir itu kadang tak memihak pada harapan seorang manusia. Tak pelak air mataku mulai mengucur tak tertahankan. Maafkan aku yang terlalu mudah panik, tapi saat itu aku benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa. Tiba-tiba kamu tersengal-sengal dan mungkin hampir tidak bisa meresponku sama sekali. Menahan air mata saja sudah tak sanggup apalagi mengelola emosiku yang berkecamuk tak tentu.

Jantungku tiba-tiba berhenti dan sekian detik kemudian aku merasakan sebuah rasa takut kehilangan yang teramat sangat. Sekian detik kemudian yang kurasakan hanyalah dingin dan hati yang beku. Aku benar-benar menghadapi perasaan kehilangan itu secara nyata, secepat itu. Ya, secepat itu.


Aku buru-buru menepisnya dan berusaha untuk tetap mengguncang-guncang tubuhmu,
tapi seperti komputer, layarmu telah padam dan kamu tak meresponku sama sekali.
Kulihat layar smartphoneku, 22.22 angka yang tak pernah ingin kulihat dan kukenang lagi. Aku ingin berteriak tapi apa daya hanyalah isak tangis yang terdengar. Air mataku tak bergulir begitu saja tanpa dosa, menerima kenyataan bahwa kamu sudah tidak ada lagi di sini.

Aku pikir kamu akan tetap bersamaku, aku pikir kamu akan tetap membersamai langkahku
Aku sudah bermimpi sejauh itu dan semuanya melebur jadi satu bersama air mata. Aku tidak percaya, seketika runtuh sudah semua dayaku untuk menuju impian di masa depan.Yang tersisa adalah hampa.

Berjam-jam, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan aku berusaha untuk bangkit.
Aku berusaha untuk bahagia dan bermimpi meskipun tanpa kamu
Aku menyadari prosesnya akan tertatih-tatih, tapi aku ingin tetap berjalan.

Dengan sadar pula kalau perasaan kehilangan yang disimpan sendiri itu jauh menyakitkan tapi sejak itu aku tidak peduli lagi dengan yang namanya rasa sakit dan perasaan ditinggalkan. Semakin membicarakannya dengan orang aku takut masih merasa terluka dan tak bisa merelakanmu.
Mungkin butuh sekian tahun untuk melepasmu.
Tapi dengan terbata-bata aku ingin mengucapkan selamat jalan...tenanglah di sana, aku akan tetap melanjutkan hidup dan mimpiku :)

Yogyakarta,
15 November 2012

Mengenang Sebuah Rasa yang Tak Terjelaskan

malam itu jam arlojiku sudah menunjukkan pukul 21.57, dan aku hanya berdua denganmu, yang sedang berjuang untuk tetap hidup. Di setiap detiknya kamu terus bertahan, sambil mungkin merintih kesakitan atau semacamnya.

Aku berusaha untuk tetap menyentuhmu dan mengajakmu berbicara. Tak pelak air mataku mulai mengucur tak tertahankan. Maafkan aku yang terlalu mudah panik, tapi saat itu aku benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Tiba-tiba kamu tersengal-sengal dan mungkin hampir tidak bisa meresponku sama sekali.
Jantungku tiba-tiba berhenti dan sekian detik kemudian aku merasakan sebuah rasa takut kehilangan yang teramat sangat.

Aku buru-buru menepisnya dan berusaha untuk tetap mengguncang-guncang tubuhmu,
tapi seperti komputer, layarmu telah padam dan kamu tak meresponku sama sekali.
Kulihat layar smartphoneku, 22.22 angka yang cantik tapi tidak lagi untukku.
Air mataku tak berhenti bergulir menerima kenyataan kamu sudah tidak ada lagi di sini.

Aku pikir kamu akan tetap bersamaku, aku pikir kamu akan tetap membersamai langkahku
Aku sudah bermimpi sejauh itu dan semuanya melebur jadi satu bersama air mata.
Aku tidak percaya dan seketika runtuh sudah semua dayaku untuk menuju impian di masa depan.

Berjam-jam, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan aku berusaha untuk bangkit.
Aku berusaha untuk bahagia dan bermimpi meskipun tanpa kamu
Aku menyadari prosesnya akan tertatih-tatih, tapi aku ingin tetap berjalan.

Dengan sadar pula kalau perasaan kehilangan yang disimpan sendiri itu jauh menyakitkan tapi aku tidak peduli. Semakin membicarakannya dengan orang aku takut masih merasa terlukan dan tak bisa merelakanmu. Selamat jalan...tenanglah di sana, aku akan tetap melanjutkan hidup dan mimpiku :)

Yogyakarta,
15 November 2012

Minggu, 06 November 2016

Jurnal Positifku: Mengapa kita lebih mudah menangkap hal-hal negatif

Kecenderungan otak manusia adalah lebih mudah menangkap peristiwa atau hal-hal negatif dibanding hal-hal positifnya. Oleh karena itu, ketika berada dalam kondisi tertekan kita akan lebih mudah menilai diri lebih rendah, merasa tidak mampu, tidak berdaya, tidak berharga, tidak berarti dan sejenisnya. Hal ini terjadi karena stimulus negatif lebih mudah mengurangi kinerja/aktivasi hormon kebahagiaan sehingga memicu batang otak kita untuk lebih lebih sensitif terhadap hal-hal atau sisi-sisi negatif. Proses yang terjadi pun mengarahkan kita ke pemikiran yang negatif, sehingga sinaps-sinaps di otak yang merangsang jalur emosi di bagian amygdala pun cenderung menstimulasi dan memunculkan emosi negatif dibanding positif. Terlebih lagi saat peristiwa tidak menyenangkan yang disertai dengan emosi negatif tersebut terus menerus di-retrieve sehingga menstimulasi tubuh kita untuk meresponnya lebih sering dan dalam intensitas yang lebih besar. Akibatnya, hormon neurotransmitter akan melakukan bonded pada hal-hal negatif dan mem-blocked hal lain (yang bersifat positif), serta menurunkan aktivasi hormon kebahagiaan yang berdampak pada semakin menurunnya daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh ini pun selanjutnya akan memicu reaksi fisiologis di beberapa titik nyeri syaraf parasimpatetik. Itulah mengapa orang yang sedang merasa tertekan lebih rentan merasa sakit (seringkali disebut munculnya simtom fisik stres atau psikosomatis). 

Namun demikian, kalau kita pelajari jauh lagi tentang brain plasticity, ternyata otak kita itu bersifat plastis. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan cara-cara tertentu, sebagai usaha untuk mengurangi atau bahkan mengubah pemikiran negatif kita ke arah positif. Telah banyak hasil kajian yang mengulas bahwa kegiatan-kegiatan positif ataupun aktivitas-aktivitas sederhana yang dirasa positif mampu meningkatkan sisi positif kita, bila dilakukan secara rutin dan sungguh-sungguh. Misalnya saja, setiap hari kita membayangkan kejadian-kejadian yang positif. Hal ini akan mengaktivasi gelombang elektromagnetik yang sesuai (compatible) dengan tubuh sehingga kita lebih mudah memicu sisi positif dalam diri kita, salah satunya hormon kebahagiaan. Kegiatan membayangkan hal-hal positif yang diulang-ulang setiap hari, paling tidak setiap bangun dan akan tidur, selain dapat meningkatkan sisi positif kita, hal ini juga memudahkan kita untuk mewujudkannya menjadi sebuah kenyataan.
Saya rasa alasan ini cukup masuk akal sebagai dasar-dasar kegiatan positif, seperti membuat gambaran positif tentang diri kita di masa depan, mensyukuri apa yang didapatkan/dialami, dan mengingat tiga hal baik dalam hidup kita, serta proses savoring (menikmati pengalaman masa lalu, masa kini, dan kemungkinan di masa depan yang menyenangkan), penting untuk dilakukan.

Senin, 25 Juli 2016

Jurnal Positifku: Memaknai proses "bertumbuh"

Bertumbuh merupakan hal alamiah yang diinginkan setiap insan, terlebih jika pertumbuhan itu mengarahkan pada hal-hal positif. Seringkali mungkin beberapa dari kita pernah menemukan pertanyaan “bagaimana caranya agar kita dapat menikmati hidup?” 

Dari sekian banyak jawaban (hasil baca-baca artikel dan diskusi dengan beberapa orang), dapat kusimpulkan : dengan menjadi diri sendiri (be yourself), karena menjadi diri sendiri membuat kita dapat mencintai dan menerima diri kita sendiri.

Tentu saja kita sepakat dengan kesimpulan itu. Kalimat itu tampaknya begitu sempurna bukan? Namun demikian, yang seringkali terjadi adalah otak manusia memainkan persepsinya sendiri terhadap satu stimulus, sehingga tidak sedikit yang menerjemahkan “tetap kukuh pada sisi dirinya dengan prinsip menjadi diri sendiri dan mengabaikan pendapat orang lain” sehingga kita jatuh pada pilihan menjadi diri kita yang “stagnan”. Padahal bila kita tinjau lebih jauh, menjadi diri sendiri di sini juga perlu yang namanya “bertumbuh”. Dengan kata lain, bertumbuh itu adalah menjadi “lebih” daripada sebelumnya. Yap, benar sekali, pemikiran, nilai, mental, dan pandangan kita bisa berubah ke arah yang lebih positif, tergantung pada peristiwa dan makna yang kita lalui sekarang. Daan dalam pemahamanku, yang namanya bertumbuh itu adalah menjadi “lebih baik”, “lebih positif” dan “lebih menebarkan/memancarkan cinta”, terlepas dari apapun masa lalu kita. Dengan kata lain, kita memiliki pilihan untuk menjadi diri kita dalam versi yang terbaik meskipun kita punya pilihan menjadi diri kita dalam versi terburuk.

*ini hanya refleksi pribadi saya menjelang tidur saja*
selamat malam,, Semoga kita ditetapkan hati untuk terus bertumbuh menjadi pribadi dalam versi terbaik kita.