Senin, 12 Desember 2016

Surat untuk Suamiku

Ketika memvisualisasikan masa depan, ada hal yang ingin kusampaikan kepada suamiku kelak. Sejatinya, aku belumlah tahu siapa yang akan berjodoh denganku, tapi setidaknya saat ini aku ingin menuliskannya agar ini menjadi doa dan penguatan untukku. Aamiin :)

Kepada yang tercinta suamiku
Mungkin suratku ini akan terlalu panjang buatmu yang tidak suka membaca tulisan yang banyak, tapi aku mohon bacalah dulu hingga tuntas, sekali ini saja, bacalah dengan sabar dan seksama ya..

Aku bahagia sekali karena pada akhirnya surat ini sampailah di tanganmu dan benar-benar sedang kamu baca. Hal pertama yang ingin kusampaikan adalah
"aku sungguh bahagia dan beruntung sekali memilikimu"

Sebelum tiba hari ini, aku sadar pastinya banyak wanita yang singgah dalam hidupmu, bahkan mungkin diantara mereka ada yang pernah menempati relung hatimu. Bisa jadi pula, dari sekian banyak kisah itu ada masa kamu sangat dipuja oleh banyak wanita hingga  kamu takut untuk melangkah ke arah yang namanya komitmen. Tidak mudah pastinya bagimu untuk membuka diri, berbagi cerita ke setiap wanita yang kamu temui, dan meyakinkan padanya bagaimana sebenarnya perasaanmu agar tidak menyakitinya. Mungkin pula dari kisah yang terjalin, ada pula rasa sakit dan kecewa yang masih tertinggal. Aku juga paham betul jika kamu pernah merasakan kesedihan atau luka yang mendalam karenanya.

Itu semua memang telah berlalu, bukan berarti ini akhir dari segala, karena ini awal dari perjalanan kita. Tapi lebih daripada itu, aku terharu karena pada akhirnya kamu mempercayakan seluruh hatimu padaku, mengizinkanku untuk berproses bersama-sama denganmu sehingga kita bisa lebih baik lagi dan berjalan lebih jauh lagi. Kau pun menggenggam tanganku mengiringi langkahku untuk tumbuh bersama hingga tua nanti, harapannya tidak hanya di dunia ini tapi juga untuk akhirat kelak. Aku sungguh terharu kamu tak lagi ragu untuk memasukkanku ke dalam bagian penting dalam hidupmu, tak peduli seberapa berat tantangan dan rintangan yang mungkin kita hadapi kedepannya.

Saat kamu membacanya, aku berharap kamu menyadari betapa bahagianya aku yang telah menemukan belahan jiwa (soulmate), satu-satunya orang yang menjadi pelindungku dan tempat berbagi kasih sayang. Sungguh, aku tak bisa berhenti bersyukur kepada Allah.
Barangkali nantinya, selama proses perjalanan kita, aku terlalu menjengkelkan hingga membuatmu kesal atau kecewa, barangkali pula ada sifatku yang masih kekanakan, mudah merajuk, atau mudah terbawa emosi. Bila saat itu terjadi, semoga engkau dikuatkan dengan kesabaranmu dan mau menasehatiku dengan bijak saat aku dirasa diluar batas. Ya, itu semua karena aku juga bukanlah wanita yang sempurna, sama seperti yang lain, aku juga punya kelemahan.
Di surat ini aku juga tidak bisa menjanjikan kehidupan yang sempurna untukmu, tapi aku berjanji akan berusaha berproses untuk menjadi lebih baik setiap harinya, belajar bersama-sama, saling menguatkan untuk menjadi pasangan yang saling menyempurnakan. Aku juga ingin tetap berada di sampingmu karena aku tahu hidup bersamamu akan terasa lebih membahagiakan, apapun kondisinya. Tidak hanya sebagai istri yang selalu mencari ridha suami, aku juga ingin menjadi teman hidup dan ibu yang baik, yang membawa keceriaan dan aura positif dalam hidupmu maupun anak-anak kita kelak.

Aku tahu menjadi pribadi dalam versi terbaik memang tidaklah semudah dan seinstan yang ada di negeri dongeng, tapi bersamamu aku tetap yakin kita akan memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku akan belajar untuk memaknai roda kehidupan, yang kadang di atas kadang di bawah. Saat kita di atas, semoga diingatkan untuk rendah hati, begitu pula saat di bawah, semoga diingatkan untuk bertahan karena kita sadar hal itu hanya sementara. Semoga jalan kita dimudahkan ya sayang. Aku menyayangimu dan semoga setiap harinya kita bisa semakin memupuk rasa saling menyayangi ini.

Salam sayang,
dari istrimu

Rabu, 09 November 2016

Mengenang Sebuah Rasa yang Tak Terjelaskan

malam itu jam arlojiku sudah menunjukkan pukul 21.57, dan aku hanya berdua denganmu, yang sedang berjuang untuk tetap hidup. Di setiap detiknya kamu terus bertahan, sambil mungkin merintih kesakitan atau semacamnya dengan bahasa yang sulit kupahami kala itu.

Aku berusaha untuk tetap menyentuhmu dan mengajakmu berbicara. Seberapa keras berusaha, tapi yang namanya takdir itu kadang tak memihak pada harapan seorang manusia. Tak pelak air mataku mulai mengucur tak tertahankan. Maafkan aku yang terlalu mudah panik, tapi saat itu aku benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa. Tiba-tiba kamu tersengal-sengal dan mungkin hampir tidak bisa meresponku sama sekali. Menahan air mata saja sudah tak sanggup apalagi mengelola emosiku yang berkecamuk tak tentu.

Jantungku tiba-tiba berhenti dan sekian detik kemudian aku merasakan sebuah rasa takut kehilangan yang teramat sangat. Sekian detik kemudian yang kurasakan hanyalah dingin dan hati yang beku. Aku benar-benar menghadapi perasaan kehilangan itu secara nyata, secepat itu. Ya, secepat itu.


Aku buru-buru menepisnya dan berusaha untuk tetap mengguncang-guncang tubuhmu,
tapi seperti komputer, layarmu telah padam dan kamu tak meresponku sama sekali.
Kulihat layar smartphoneku, 22.22 angka yang tak pernah ingin kulihat dan kukenang lagi. Aku ingin berteriak tapi apa daya hanyalah isak tangis yang terdengar. Air mataku tak bergulir begitu saja tanpa dosa, menerima kenyataan bahwa kamu sudah tidak ada lagi di sini.

Aku pikir kamu akan tetap bersamaku, aku pikir kamu akan tetap membersamai langkahku
Aku sudah bermimpi sejauh itu dan semuanya melebur jadi satu bersama air mata. Aku tidak percaya, seketika runtuh sudah semua dayaku untuk menuju impian di masa depan.Yang tersisa adalah hampa.

Berjam-jam, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan aku berusaha untuk bangkit.
Aku berusaha untuk bahagia dan bermimpi meskipun tanpa kamu
Aku menyadari prosesnya akan tertatih-tatih, tapi aku ingin tetap berjalan.

Dengan sadar pula kalau perasaan kehilangan yang disimpan sendiri itu jauh menyakitkan tapi sejak itu aku tidak peduli lagi dengan yang namanya rasa sakit dan perasaan ditinggalkan. Semakin membicarakannya dengan orang aku takut masih merasa terluka dan tak bisa merelakanmu.
Mungkin butuh sekian tahun untuk melepasmu.
Tapi dengan terbata-bata aku ingin mengucapkan selamat jalan...tenanglah di sana, aku akan tetap melanjutkan hidup dan mimpiku :)

Yogyakarta,
15 November 2012

Mengenang Sebuah Rasa yang Tak Terjelaskan

malam itu jam arlojiku sudah menunjukkan pukul 21.57, dan aku hanya berdua denganmu, yang sedang berjuang untuk tetap hidup. Di setiap detiknya kamu terus bertahan, sambil mungkin merintih kesakitan atau semacamnya.

Aku berusaha untuk tetap menyentuhmu dan mengajakmu berbicara. Tak pelak air mataku mulai mengucur tak tertahankan. Maafkan aku yang terlalu mudah panik, tapi saat itu aku benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Tiba-tiba kamu tersengal-sengal dan mungkin hampir tidak bisa meresponku sama sekali.
Jantungku tiba-tiba berhenti dan sekian detik kemudian aku merasakan sebuah rasa takut kehilangan yang teramat sangat.

Aku buru-buru menepisnya dan berusaha untuk tetap mengguncang-guncang tubuhmu,
tapi seperti komputer, layarmu telah padam dan kamu tak meresponku sama sekali.
Kulihat layar smartphoneku, 22.22 angka yang cantik tapi tidak lagi untukku.
Air mataku tak berhenti bergulir menerima kenyataan kamu sudah tidak ada lagi di sini.

Aku pikir kamu akan tetap bersamaku, aku pikir kamu akan tetap membersamai langkahku
Aku sudah bermimpi sejauh itu dan semuanya melebur jadi satu bersama air mata.
Aku tidak percaya dan seketika runtuh sudah semua dayaku untuk menuju impian di masa depan.

Berjam-jam, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan aku berusaha untuk bangkit.
Aku berusaha untuk bahagia dan bermimpi meskipun tanpa kamu
Aku menyadari prosesnya akan tertatih-tatih, tapi aku ingin tetap berjalan.

Dengan sadar pula kalau perasaan kehilangan yang disimpan sendiri itu jauh menyakitkan tapi aku tidak peduli. Semakin membicarakannya dengan orang aku takut masih merasa terlukan dan tak bisa merelakanmu. Selamat jalan...tenanglah di sana, aku akan tetap melanjutkan hidup dan mimpiku :)

Yogyakarta,
15 November 2012

Minggu, 06 November 2016

Jurnal Positifku: Mengapa kita lebih mudah menangkap hal-hal negatif

Kecenderungan otak manusia adalah lebih mudah menangkap peristiwa atau hal-hal negatif dibanding hal-hal positifnya. Oleh karena itu, ketika berada dalam kondisi tertekan kita akan lebih mudah menilai diri lebih rendah, merasa tidak mampu, tidak berdaya, tidak berharga, tidak berarti dan sejenisnya. Hal ini terjadi karena stimulus negatif lebih mudah mengurangi kinerja/aktivasi hormon kebahagiaan sehingga memicu batang otak kita untuk lebih lebih sensitif terhadap hal-hal atau sisi-sisi negatif. Proses yang terjadi pun mengarahkan kita ke pemikiran yang negatif, sehingga sinaps-sinaps di otak yang merangsang jalur emosi di bagian amygdala pun cenderung menstimulasi dan memunculkan emosi negatif dibanding positif. Terlebih lagi saat peristiwa tidak menyenangkan yang disertai dengan emosi negatif tersebut terus menerus di-retrieve sehingga menstimulasi tubuh kita untuk meresponnya lebih sering dan dalam intensitas yang lebih besar. Akibatnya, hormon neurotransmitter akan melakukan bonded pada hal-hal negatif dan mem-blocked hal lain (yang bersifat positif), serta menurunkan aktivasi hormon kebahagiaan yang berdampak pada semakin menurunnya daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh ini pun selanjutnya akan memicu reaksi fisiologis di beberapa titik nyeri syaraf parasimpatetik. Itulah mengapa orang yang sedang merasa tertekan lebih rentan merasa sakit (seringkali disebut munculnya simtom fisik stres atau psikosomatis). 

Namun demikian, kalau kita pelajari jauh lagi tentang brain plasticity, ternyata otak kita itu bersifat plastis. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan cara-cara tertentu, sebagai usaha untuk mengurangi atau bahkan mengubah pemikiran negatif kita ke arah positif. Telah banyak hasil kajian yang mengulas bahwa kegiatan-kegiatan positif ataupun aktivitas-aktivitas sederhana yang dirasa positif mampu meningkatkan sisi positif kita, bila dilakukan secara rutin dan sungguh-sungguh. Misalnya saja, setiap hari kita membayangkan kejadian-kejadian yang positif. Hal ini akan mengaktivasi gelombang elektromagnetik yang sesuai (compatible) dengan tubuh sehingga kita lebih mudah memicu sisi positif dalam diri kita, salah satunya hormon kebahagiaan. Kegiatan membayangkan hal-hal positif yang diulang-ulang setiap hari, paling tidak setiap bangun dan akan tidur, selain dapat meningkatkan sisi positif kita, hal ini juga memudahkan kita untuk mewujudkannya menjadi sebuah kenyataan.
Saya rasa alasan ini cukup masuk akal sebagai dasar-dasar kegiatan positif, seperti membuat gambaran positif tentang diri kita di masa depan, mensyukuri apa yang didapatkan/dialami, dan mengingat tiga hal baik dalam hidup kita, serta proses savoring (menikmati pengalaman masa lalu, masa kini, dan kemungkinan di masa depan yang menyenangkan), penting untuk dilakukan.

Senin, 25 Juli 2016

Jurnal Positifku: Memaknai proses "bertumbuh"

Bertumbuh merupakan hal alamiah yang diinginkan setiap insan, terlebih jika pertumbuhan itu mengarahkan pada hal-hal positif. Seringkali mungkin beberapa dari kita pernah menemukan pertanyaan “bagaimana caranya agar kita dapat menikmati hidup?” 

Dari sekian banyak jawaban (hasil baca-baca artikel dan diskusi dengan beberapa orang), dapat kusimpulkan : dengan menjadi diri sendiri (be yourself), karena menjadi diri sendiri membuat kita dapat mencintai dan menerima diri kita sendiri.

Tentu saja kita sepakat dengan kesimpulan itu. Kalimat itu tampaknya begitu sempurna bukan? Namun demikian, yang seringkali terjadi adalah otak manusia memainkan persepsinya sendiri terhadap satu stimulus, sehingga tidak sedikit yang menerjemahkan “tetap kukuh pada sisi dirinya dengan prinsip menjadi diri sendiri dan mengabaikan pendapat orang lain” sehingga kita jatuh pada pilihan menjadi diri kita yang “stagnan”. Padahal bila kita tinjau lebih jauh, menjadi diri sendiri di sini juga perlu yang namanya “bertumbuh”. Dengan kata lain, bertumbuh itu adalah menjadi “lebih” daripada sebelumnya. Yap, benar sekali, pemikiran, nilai, mental, dan pandangan kita bisa berubah ke arah yang lebih positif, tergantung pada peristiwa dan makna yang kita lalui sekarang. Daan dalam pemahamanku, yang namanya bertumbuh itu adalah menjadi “lebih baik”, “lebih positif” dan “lebih menebarkan/memancarkan cinta”, terlepas dari apapun masa lalu kita. Dengan kata lain, kita memiliki pilihan untuk menjadi diri kita dalam versi yang terbaik meskipun kita punya pilihan menjadi diri kita dalam versi terburuk.

*ini hanya refleksi pribadi saya menjelang tidur saja*
selamat malam,, Semoga kita ditetapkan hati untuk terus bertumbuh menjadi pribadi dalam versi terbaik kita.

Jumat, 02 Oktober 2015

Selamat datang, Cinta~

Ketika aku telah menyadari bahwa aku sedang jatuh cinta,
rasanya ingin sekali menjadikannya sebagai angin saja,
yang hanya berhembus memberikan kesejukan, tanpa orang tahu benar arti kehadirannya.
Tampaknya bodoh sekali, tapi itu membuatku terlepas dari rasa canggung karena mencinta.

Bisa jadi pula mungkin menjadikannya sebagai ilalang,
yang merasa tidak pernah melampaui kecantikan sang mawar,
atau melampaui pohon yang kokoh tinggi menjulang.
Tampaknya merendah sekali, tapi itu membuatku terlepas dari rasa takut karena mencinta

Orang bilang mencinta mampu membawa rasa ini menjadi bahagia,
Pun membawa hidup ini terasa penuh dan lebih hidup,
Tapi mencinta dapat pula membuat hidup begitu berlebihan dan sakit bila tak berbalas



Aku ingin menjadikan rasa itu sebagai sebuah kesederhanaan sekaligus istimewa,
Sederhana, sebab tidak membuatku lupa diri dikarenakan kegilaan akan cinta,
Istimewa, karena cinta pasti datang di saat yang tepat dan dengan orang yang tepat,
tidak terlambat namun tak pula terburu-buru.



Saat dimana dua jiwa yang berbeda melebur jadi satu rasa,
Terikat dalam satu hati tanpa sebuah rekayasa,
Jika masa itu telah tiba, biarkan jiwa ini menyambutnya,
Membentangkan senyuman dan berkata, “Selamat datang, Cinta.”

Sabtu, 03 Januari 2015

Sebuah Pesan Klasik

Senja ini, untuk pertama kalinya aku menikmati hujan
Mencium aroma tanah basah, hingga menyentuh dinginnya udara
Rasanya..tanpa beban
Atau mungkin, sesungguhnya aku sudah mati rasa (?)

Tak jua kutemukan jawaban yang pasti
Hingga imajiku mengajak berlari
Membungkam hitungan detik yang kuingkari
Menggugahku, membuka kembali lembar demi lembar inspirasi

Ribuan mimpi tertata rapi di sana
Ada yang sudah terlampaui ,
Ada juga yang sedang diperjuangkan
Singkatnya, ini tentang “Aku, mimpi, dan perjuangan”

Sesederhana itukah esensi perjalanan ini (?)
Jikalau sesederhana itu, mengapa aku ingin berhenti menjadi bintang (?)
Mengapa pula kerapuhan menjadi bingkai nyaman tanpa kendali (?)

Ibaratkan semua ini puing-puing asa,
Ia telah hanyut, menghilang bersama derasnya aliran air
Atau mungkin pula seperti butiran debu,
Terkikis habis, hilang terbawa oleh angin
Kian hari, kian kuat, kian melekat erat
Namun, sayang tidak terlihat
Ah, barangkali aku yang belum siap bercumbu dengan realita
Setulus apapun aku bersikap bijak,
Senyatanya duniaku dipenuhi “dekapan sesal”
Dengan sangat emosional aku berteriak, “tak sanggup lagi”

Tapi, aku tidaklah sedang bermain drama
Aku butuh berdamai atau hanya sekedar menempatkan rasa dengan tepat
Di tengah cahaya yang kian meredup, berganti dengan malam yang kian larut
Aku mencari kembali satu pesan klasik di masa lampau

Yah, pesan itu benar-benar klasik dan sederhana,
Namun, dialah yang mampu membuatku berdiri tegak di saat aku “menyerah”
Masihkah ia diingat (?)

“semoga sinarmu tidak akan pernah padam dan tetap menjadi insan yang kuat,
mau badai sederas apa, tapi senyum tawa dan hati yang tulus tetap mewarnaimu”

Kata “terima kasih” akan selalu tersimpan rapi untuk doa ini
Di lain sisi, kata “maaf” pun mengiringi bersama sentilan tanya yang mengusik

Lantas, jika aku adalah dia
Tak bolehkah sekarang dia berterus terang jikalau sudah tak sanggup (lagi?)
Lalu,, tak bolehkah dia mengaku jikalau sudah jenuh(?)
Bukan ingin menyerah, hanya saja ingin menyampaikan kelugasan rasa.

Yogyakarta, 08 November 2013 Renungan pasca hujan

Jumat, 28 Desember 2012

Bukan Mentari

Maafkan aku Kak,
aku tidak bisa menjadi mentari,
aku hanya ingin menjadi bintang,
itu sudah cukup bagiku,

Jika masih ada kesempatan,
kata itu yang ingin aku ucapkan pada kakak

Untuk kesekian kalinya, aku teringat ucapan kakak kala itu
"mentari itu perlambang semangat yang menggebu
saat menjadi mentari kita akan mampu menyalakan mimpi kita
itu yang membuat kita tak pernah menyerah."

Tapi apakah kakak sadar?
Mentari terlalu jauh dipersandingkan
kilaunya terlihat begitu mewah, begitu sempurna
menggambarkan mimpi yang begitu utopis

Bagiku, tak harus menjadi mentari untuk bermimpi
karena sejatinya aku sedang ingin menjadi bintang,
yang tak pernah lekang untuk menyalakan mimpi





19 Desember 2012
terima kasih untuk semua inspirasi yang telah kakak berikan

Jumat, 17 Agustus 2012

Life is....



“Hidup hanyalah sebatas rangkaian peristiwa hingga seseorang belajar untuk memaknainya… dan pengalaman adalah bagian dari memori hidup yang sangat berharga untuk dikenang sepanjang masa”
(Anjarsari, 2011)

Mungkin Kamu


Mungkin.. adalah kamu
Seraut wajah yang tak bisa kulupakan
Bayang-bayang yang datang dari masa lalu
Jejak atas kenangan manis ataupun pahit

Dan mungkin.. memang kamu
Alasanku bertahan
Menyelami setiap bulir air mata
Hanya karna tak ingin melewatkan satu masa sekalipun

Tapi, bagaimanapun jua kamu hanyalah sebatas memori
yang seharusnya telah melebur bersama waktu

Sudah saatnya aku menyatu ke dalam udara
Layaknya setetes embun pagi yang terhapus oleh fajar
Bukan karena kerapuhannya,
Tapi karena seutas takdir tak bertaut di keduanya

Minggu, 12 Agustus 2012

Panggil Aku (Call Me)

If one day you feel alone
and to be heard
Call me...
I Promise to listen
But I don't promise to be with you all the time

If one day you feel sad
and wanna to cry
Call me...
I'll make you laugh
But I can't promise to cry with you

If one day you feel happy
and need a friend to share with
Call me...
I promise to laugh with you

If one day you need to tell your dreams
Don't be afraid to call me..
I promise to ask you "pursue your dreams"
But I don't promise to have the same dreams with you

If one day you don't wanna listen to anyone
and need someone to be there
Call me...
I promise to be very quiet on your side

But if one day you call me
and there is no answer
Come yo me as soon
Perhaps I need you
Actually, I'm very afraid to say "I need you"

Jumat, 22 Juni 2012

"Memori Kelabu"

Malam itu penuh bintang
Kala kau terdiam menatapku
Malam itu angin berhembus perlahan
Hingga aku tergetar oleh suaramu
Dan malam itu langit cerah
Secerah mimpi yang kau ceritakan padaku

Tapi, malam esoknya langit tertutup oleh awan
Bintang hilang, bulan meredup
Angin pun tak lagi bersahabat
Dan malam ini tak jua lebih baik dari tiga malam sebelumnya
Mungkin karna aku telah jauh darimu
Atau mungkin karna aku telah membunuh mimpimu (?)

Jika malam ini harus berakhir dan berganti
Aku tak ingin pergi bersama jerit hampa
dan tangis kehilangan
Aku ingin menyebrang ke duniamu
Sekedar menutup luka yang telah kugoreskan

Maaf jika aku terlalu lugas
Tapi, inilah kejujuran perasaanku saat ini

Senin, 05 September 2011

Kebersamaan Itu Indah

22 Agustus 2011 Pukul 11.00 sampai dengan 23 Agustus 2011 Pukul 05.15
Sambil menunggu sahur hingga sholat Subuh berjamaah

...hari ini begitu banyak cerita...
aku tidak tahu aku harus memulai dari mana, hari ini tepat dua malam sebelum penarikan dari lokasi KKN. HaRuSnya aku merasa senang, merasa bahagia karena akhirnya aku bisa kembali ke rumah yang jauh lebih nyaman dan semuanya selalu tersedia dengan sedikit usaha. Tapi entah mengapa, hari itu aku merasa sedih, sangat sedih... Jika ingin jujur, aku merasa "Mengapa secepat ini?"
Yah, semuanya telah selesai, semuanya telah berakhir. Aku juga tak tahu mengapa hatiku tidak rela.... Sepertinya aku akan sangat merindukan teman-temanku ini... meskipun mereka seringkali repot karena aku, tapi aku tahu mereka juga menyayangiku seperti halnya aku menyayangi mereka. Di malam-malam penghabisan ini, entah mengapa aku merasa ada hal yang cukup mengesankan... Tepatnya kemarin, aku sedikit terharu ketika mendengarkan teman-teman saling curhat tentang siapa dirinya, bagaimana mereka menjalani hidup, kalau perlu pacar atau mantan-mantan yang pernah dipunyai :P
yah... momen yang sebenarnya bisa membuat akrab satu sama lain tapi seringkali terlewatkan.
Dan kini dua minggu telah berlalu, dan aku masih tetap merindukan saat-saat itu...
Aku tidak peduli apakah teman-teman merindukannya atau tidak, tapi yang kutahu saat ini adalah aku merindukan mereka dan akan akan terus menyayangi mereka... Aku tidak mau semuanya berakhir sampai disini

....mengenang malam penghabisan KKN....
*_* teruntuk teman-teman KKN *_*

Senin, 30 Mei 2011

Kemuliaan itu Tidak Pernah Tertukar

Ketika membaca judul ini mungkin ada teman-teman yang mengerutkan kening atau mungkin merasa aneh. Tapi, memang dari satu kalimat ini aku bisa menjadi lebih optimis dan lebih ber-positive thinking dalam menghadapi suatu permasalahan.
Tidak bisa kita pungkiri, dalam hidup ini, banyak sekali permasalahan kecil yang membuat kita stress, terlebih buat orang-orang yang mempunyai dorongan untuk berprestasi dan dorongan untuk mencapai kesempurnaan. dari pengalaman yang pernah aku alami, ternyata kalimat ini sangat bermanfaat me-manage hatiku. Yah, mungkin dengan sharing ini ada yang terinspirasi atau dapat membuka wawasan baru dalam mencari solusi. Heeehhee...

Ketika aku masih berada di tahun kedua masa kuliahku, aku pernah merasa terjatuh karena apa yang kita usahakan terasa akan sia-sia. Dulu, aku tipe orang yang suka belajar (dulu loh) dan dalam mengerjakan segala sesuatu (tugas maupun ujian) sebaik-baik mungkin (baca:sempurna). So, aku merasa bahwa nilai yang aku peroleh sudah pasti akan tinggi dan maksimal. Tapi, kenyataan yang terjadi tidaklah sama dengan apa yang aku pikirkan. Kepedeanku ternyata berbalik, tadinya aku mengira bahwa nilaiku pasti A, tapi ternnyata A/B. Tentu saja berbagai pertanyaan timbul dalam diriku, bahkan sempat aku ingin menanyakan nilai itu ke dosen yang mengampu mata kuliah tersebut. hal ini semakin terkuatkan ketika orang yang aku contekin justru mendapat nilai A. Dalam hatiku berkata,"Ini bener-bener nggak fair buatku." Terlebih lagi aku masih tergolong ke dalam masa remaja yang penuh dengan ketidakstabilan.

Jika kalian berada di pihakku, apakah akan berkata demikian? (Cukuplah di jawab dalam hati)

Tapi, pada akhirnya, kelembutan nasehat dari ibuku, mengurungkan niatku setahap demi setahap. Saat itu, aku ingat banget, waktu itu ibuku bilang gini, "Ya ampun dik, buat apa kamu protes atau nanyain nilai ke dosenmu? emang yang mau kamu cari itu apa? Hanya nilai apa ilmunya?" Sejenak aku terdiam, berpikir sesaat. Apa benar aku cenderung cuma berorientasi pada nilai? Aku pun mulai bimbang, dan dalam kebimbanganku itu perlahan-lahan aku membenarkan kata-kata ibuku.

Melihat aku yang hanya terdiam, ibuku melanjutkan kata-katanya lagi. "Gini ya dik, asal kamu tahu, yang namanya guru, entah guru kelas, entah dosen itu tidak akan terlalu bodoh untuk memberikan nilai, mereka hanya menuliskan apa yang telah kalian berikan, hanya menuliskan apa yang telah kalian kerjakan, jadi apa yang kamu peroleh sekarang ya itulah yang telah kamu kerjakan, yang telah kamu setorkan. Kalaupun itu nggak sesuai, sekarang kembalikan ke dirimu sendiri. Usahamu udah maksimal belum? Apa kamu yakin tidak ada yang kurang? Kalau kamu udah yakin dengan belajarmu, sekarang lihat ibadahmu, amalanmu..."

Kembali aku terdiam, berpikir lebih jauh lagi. Tiba-tiba hati kecilku mengiyakan kata-kata dari ibuku. akhirnya aku cuma bisa menggeleng dan menunduk saja.
"Nah, itu dia... Dik, mungkin kamu perlu memegang satu hal, Yang namanya kemuliaan itu, apapun itu, tidak akan pernah tertukar.. yakinlah. Kalau itu memang sudah takdirmu pasti akan bisa kamu raih setelah kamu berusaha dan mengusahakannya. Allah itu selalu punya cara yang bijak untuk menyayangimu. Cobalah untuk mensyukuri apa yang didapat. Nggak semua orang dapat kesempatan yang sama."

Awalnya aku sedikit meragukannya, dan berusaha untuk membuktikannya. Alhasil, setelah satu semester berlalu, akhirnya aku pun mengerti dengan maksud ibuku. Seoerti tak diduga-duga ternyata aku mendapatkan pengalaman yang mengembangkan kompetensiku diiringi dengan IP ku yang naik... Aku benar-benar tidak menyangkanya. Ternyata bersyukur atas apa yang terjadi pada diri kita memang perlu. Dan satu hal yang mulai menjadi prinsip dalam diriku, memang kemuliaan itu tidak akan pernah tertukar jika kita mau meyakininya pasti akan bisa membuktikan hal itu.

You believe or not, it's your freedom....

Jumat, 10 September 2010

Mengajarkan Ataukah Memberikan Teladan?

Malam takbiran 1431 H kemaren, yang tepat jatuh pada tanggal 9 September 2010, telah memberikanku pengalaman berharga yang tidak akan pernah kulupakan. Mungkin ceritanya agak simpel sih, tapi bagiku itu pengalaman yang mengajarkanku arti keteladanan, dan mungkin juga menjadi pengalaman berharga bagi orang lain yang membaca ini.

Acara malam takbiran tahun ini memang lebih meriah dibanding malam takbiran tahun lalu. Pasalnya, lima masjid dan satu mushola bergabung menjadi satu dan dikemas dalam perlombaan oncor. Alhasil, suasana pun dipenuhi dengan gema takbir. Mengharukan banget.

Di sini, aku termasuk ke dalam kelompok anak-anak (mungkin tepatnya remaja kali, remaja pun udah tergolong remaja akhir) dari mushola, yang jumlah pesertanya paling sedikit dibanding lainnya. Yaiyyalah paling sedikit, lha wong pemuda di tempatku tinggal cuman sedikit (apa banyak tapi nggak kelihatan ya? hmm,... aku juga nggak tahu tepatnya sih). Nah, karena jumlahnya yang sedikit, sangat memungkinkan bahkan memudahkan panitia untuk mengkoordinirnya.

Pada awalnya, barisan peserta lomba oncor dibentuk memanjang (dalam istilah tonti sih sering disebut berbanjar) dengan jumlah tiap baris 3 orang. Anak-anak di depan (boleh juga ditemani orang tua) dan yang remaja atau yang sudah dewasa berada di barisan belakang. Ketika perjalanan di mulai, barisan terlihat rapi dan anak-anak yang mengikuti kegiatan terlihat antusias (wah...jadi malu, berasa tua tapi tidak memiliki semangat seperti itu.. T.T)

Tapi, sayangnya,di tengah perjalanan, barisan terlihat semakin memadati jalan dan tidak teratur lagi seperti sedia kala. Hal ini dipicu oleh adanya dua hingga empat orang remaja yang keluar dari barisan. Terang aja barisan pun menjadi amburadul. Melihat barisan yang maburadul tidak seperti sebelumnya, salah seorang panitia meneriaki anak-anak yang masih lugu dan polos ini agar berbaris secara rapi. Dalam bahasa Jawa, mereka sih bilang "Baris e telu-telu"

Anak-anak pun kembali merapikan barisan lagi, barisan menjadi rapi kembali, tapi ada remaja yang keluar dari barisan lagi, barisan kembali tidak teratur, beberapa dari remaja pun kembali mengingatkan, dan begitu seterusnya.

Aku sangat merasa aneh dengan kejadian ini. Yah, berhubung aku tidak punya wewenang di sini, ya aku diam aja. Tapi dalam pikiranku sempat terlintas, "Terang aja adek-adek kecil itu berbaris secara amburadul, lha wong kakak-kakaknya aja memberikan contoh perilaku tidak tertib kok. Gimana tidak, mereka seenaknya aja keluar dari barisan yang akibatnya bikin barisan tidak rapi, eh mereka malah dengan santainya ada yang meneriaki agar adek-adeknya berbaris dengan rapi.Hmmmph..."

Itu kali yaa yang namanya mengajarkan bukan memberi teladan. Tiap orang mungkin dapat mengajarkan tetapi sangat sedikit sekali yang bisa memberi teladan. Contoh simpel ya fenomena di malam takbiran itu tadi. Mungkin sih teman-teman itu tadi merasa perlu keluar dari barisan untuk menjaga adek-adek agar mengurangi resiko terjadi kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan di jalan. Tapi dua orang saja cukup kan? yang lain kan bisa memberi contoh agar berbaris rapi? Terlebih yang kita beri contoh ini anak-anak. Kalau dalam Psikologi Perkembangan yang pernah aku pelajari sih, di usia anak-anak tersebut akan lebih memfokuskan pada apa yang dilihat secara konkrit daripada yang abstrak. Jadi, apa yang kita contohkan dalam perilaku akan dijadikan model ketimbang apa yang kita ucapkan.

Aku jadi kepikiran untuk menganalisis diriku, mungkin saja aku sering mengajarkan tapi tidak memberikan teladan. Bisa saja, tanpa disadari seringkali berkoar-koar tapi pengamalan dalam perilaku nol besar. Mungkin inilah contoh fenomena yang menyadarkan kita betapa pentingnya memberikan teladan, bukan sekedar mengajarkan. Setidaknya inilah pelajaran atau hikmah yang bisa kuambil dari pengalaman malam itu. The poin things adalah lebih berhati-hati lagi jikalau mengajarkan sesuatu hal kepada orang lain, agar lebih konsisten. Tidak hanya sekedar mengajarkan tapi juga menjadi teladan :)

Kamis, 19 Agustus 2010

Analogi Pelangi dalam Hidupku

Pelangi, mungkin banyak orang menyukainya. Tapi tidak sedikit juga yang tidak suka atau mungkin biasa saja melihat pelangi.

Iya, sih. Tapi kalau dirasakan lebih jauh, ada banyak hal yang dapat dipetik dari melihat pelangi. Lebih tepatnya banyak makna/pelajaran yang dapat kita raih (menurutku sih)...

Pertama, ketika kita melihat pelangi akan ada banyak warna di situ, dari merah sampai ungu, ada. Setiap warna memiliki keindahan sendiri-sendiri...dan semuanya terlihat semakin sempurna jika dilihat bersama-sama dalam bentuk pelangi. Dari sini, ada satu hal menarik yang menggelitik pikiranku, sekaligus membenarkan kata-kata dari seorang sahabat.

Jika pelangi ini dianalogikan dengan persahabatan atau relationship, mungkin saya biru (nggak dink!! sebenarnya saya lebih suka warna pink atau ungu), engkau merah, dia kuning, dan orang lain adalah warna lainnya.. maka, setiap orang akan mempunyai warna (ciri khas) sendiri-sendiri, yang seringkali (lebih tepatnya, memang) memiliki perbedaan satu sama lain. ada kelebihan yang dimiliki dan ada kekurangan yang dimiliki (kalau dalam peribahasa, "tak ada gading yang tak retak" kali ya). Tapi semuanya itu akan terasa lebih indah jika kita dapat memahami, saling menguatkan dan saling melengkapi satu sama lain, sehingga dapat melengkapi pelangi ukhuwah tersebut. Lain halnya jika kita saling menonjolkan kelebihan masing-masing tanpa dapat menerima kekurangan orang lain, maka ukhuwah tersebut tidak akan seindah pelangi.

Kedua, pelangi dapat diibaratkan sebagai ajang pendewasaan dan sumber kekuatan bagi kita..(at least menurut saya). Kenapa bisa begitu? Nah begini alasannya. Untuk melihat pelangi, tentu saja kita butuh hujan dan matahari, kan? kalau semisal hujan diibaratkan dengan kesedihan (dalam hal ini kita sedang dilatih untuk bersabar), kemudian matahari diibaratkan dengan kesenangan (dalam hal ini kita dilatih untuk bersyukur), maka keduanya sangat dibutuhkan untuk mendewasakan kita dan sebagai sumber kekuatan dalam mengarungi dunia yang keras ini. Saya pernah denger dari cerita seorang sahabat,katanya, syukur dan bersabar adalah dua kekuatan terbesar bagi seorang manusia. Nah, kalau begitu pas sekali bukan?

Demikian pula ketika kita melihat matahari sebagai sebuah pertemuan, dan gerhana sebagai sebuah perpisahan, maka kita juga butuh keduanya untuk belajar menerima segala ketentuan yang telah ditetapkan sekalipun itu tidak pernah meminta persetujuan kita lebih dulu, terlebih untuk segala hal yang telah terencana.

Hmmm...membicarakan tentang perencanaan, ada dua kata yang selalu saya ingat, yaitu sukses dan gagal. Yah, kesuksesan dan kegagalan saya rasa tidak akan pernah berakhir sepanjang hayat kita. Tapi sukses sejati adalah kemampuan untuk melalui kegagalan demi kegagalan tanpa kehilangan semangat untuk bangkit dan bangkit kembali.
kalau yang saya dapat ketika kuliah Dasar-dasar Konseling, pas sesi dosen tamu, begini katanya...
"Kita gagal bukan saat kita jatuh tetapi saat kita tidak bangun lagi." 
So, Never give up. Doing everything with God.

Kalau susah direalisasikan, kembali lagi ke prinsip awal, syukur dan bersabar.Yah meskipun saya panjang lebar di sini, toh juga sedang belajar untuk membiasakan bersyukur terhadap apa yang diberikan dan menerima dengan sabar apa yang telah terjadi meskipun tidak sejalan dengan keinginanku...

Rabu, 09 September 2009

Memori: Tak ada kenangan yang hilang, tak ada kisah yang bisa terganti


Ini adalah novel (?) pertama yang pernah kubuat. Atau cerita bersambung kali yaa yang lebih tepat. Terserahlaah mau disebut apa. Aslinya kisah ini ditujukan untuk mengenang dan mengingatkan kita betapa berharganya kehadiran seseorang dalam hidup kita. Mungkin saat ini tidak kita sadari, tapi nanti kita akan tahu pasti bahwa dia adalah harta tak ternilai untuk kita :)
tapi sepertinya kisahnya akan berupa cerbung (cerita bersambung) sih, soalnya menyesuaikan waktu luangku. Heheeee~~~

Selamat membaca :))

Selasa, 30 Juni 2009

Kisah Anak Ayam yang Bisa Terbang

Di negeri antah berantah... di pohon yang cukup tinggi, terdapat sarang burung elang. Burung elang itu baru saja bertelur, jadi banyak telur terlihat di sarangnya. Tanpa sepengetahuan sang induk, ternyata telurnya ada satu yang jatuh berguling-guling hingga sampai di sarang ayam. Di saat yang sama ternyata ada seekor induk ayam yang baru saja bertelur dan berniat mengerami telurnya. Telur elang tersebut juga ikut dierami. Selama berminggu-minggu telur itu dierami, dan tibalah saatnya mereka menetas. Meskipun berbeda, anak elang tersebut tetap dirawat oleh induk ayam dengan perhatian dan kasih sayang yang sama dengan anak-anak lainnya.

Di suatu hari, ketika anak elang (yang dirawat oleh induk ayam) itu telah menginjak usia hampir remaja, ia melihat ada seekor burung elang terbang di atasnya. Burung elang tersebut terlihat sangat menawan di matanya. Dan seketika itu pula ia ingin sekali bisa terbang seperti burung elang yang dilihatnya tadi. Kemudian ia berlari menemui induknya sambil berteriak-teriak, "Ibu...ibu..!"
Sang induk pun menjawab, "Ada apa, Nak? Sepertinya kau riang sekali hari ini?"
Mendengar pertanyaan dari induknya, si anak elang itu pun bercerita dengan berapi-api tentang apa yang telah dialaminya,"Ibu, aku tadi melihat burung elang yang sedang terbang. Ia sangat mempesona sekali, badannya kekar, gerakannya sangat lincah, dan dia bisa terbang tinggi.. tinggi sekali. Suaranya pun melengking. Aku ingin seperti itu bu... Aku ingin bisa terbang agar dapat mengelilingi dunia."

Mendengar penuturan anaknya, sang induk itu pun berkata,"Nak, berkeinginan itu boleh-boleh saja, tapi janganlah muluk-muluk. Kamu itu hanyalah anak ayam, jadi lupakan sajalah keinginanmu itu... lupakanlah mimpimu itu.. Anak ayam, selamanya akan tetap menjadi anak ayam.. jadi,lupakan bahwa kita bisa menyamai mereka. Berhentilah berpikir bahwa kita bisa terbang. Kita memang mempunyai sayap, tapi kita tercipta berbeda dari mereka. Gitu ya, Nak, ya.."

Terang saja kata-kata dari sang induk itu sedikit membuatnya kecewa. Tapi, apakah dia berputus asa? Ternyata tidak. Meskipun sang induk mengatakan kata-kata yang bisa mematahkan semangatnya, ternyata anak elang itu mencoba untuk terbang. Ia pergi ke sebuah tebing yang tinggi, kemudian berlatih untuk terbang untuk pertama kalinya. Apa yang terjadi? Yah, dia jatuh tersungkur. Tidak hanya itu, dia juga ditertawakan oleh saudara-saudaranya. "Hey... kamu ini cuma anak ayam, mana mungkin bisa terbang?!! Ada-ada aja!" Lantas apakah dia berhenti di situ? Ternyata tidak, ia tetap berusaha dan berlatih untuk terbang. Setiap kegagalan yang telah ia lakukan dijadikan pelajaran untuk membenahi posisi terbangnya.
Dan.. alhasil, si anak elang itu pun bisa terbang setelah sekian lama mencoba. Tentu saja ia merasa senang dan puas bisa membuktikan bahwa dia bisa terbang, bisa membuktikan mimpinya.

Dari sepenggal kisah si anak elang yang tinggal di negeri ayam itu, mengajarkan kepada kita bahwa bisa jadi sebenarnya kita berpotensi untuk sesuatu hal, namun seringkali potensi itu tidak nampak pada diri kita karena kita cenderung mengingkari potensi itu atau mungkin bisa jadi karena kita tinggal di lingkungan yang kurang memberi stimulus. Yah.. bisa jadi kita adalah anak elang yang tinggal di lingkungan ayam itu..

Jadi, nggak ada salahnya kita kenali potensi kita. Selama kita mampu dan yakin bahwa kita memiliki potensi itu, nggak ada salahnya kan kalo kita asah potensi itu dan kita wujudkan mimpi yang kita punya. Setiap orang berhak mewujudkan mimpinya selama mimpi itu membawa kepada kemanfaatan dan yang pastinya mengembangkan diri kita.
^_^ S.E.M.A.N.G.A.T!! ^_^

Senin, 29 Desember 2008

Melintasi Panggung Sandiwara

Beberapa orang temanku menyadarkanku akan satu hal, yaitu tentang "tak selamanya apa yang kita inginkan pasti terwujud". Hal ini semakin aku sadari ketika apa yang harus kualami dan harus kuhadapi ternyata tidak sejalan dengan apa yang dulu aku pikirkan. Yah, begitulah fenomena di dunia yang mirip dengan panggung sandiwara.

Dulu, aku selalu berprinsip anti kesibukan plus anti hal-hal yang ribet dan merepotkan. Tapi kenyataan yang ada justru kewajiban yang ada lebih banyak dari waktu yang tersedia. Alhasil, aku jadi manusia super sibuk yang sering diprotes teman-temanku karena untuk mem-bocking-ku atau berurusan denganku, soal apapun, harus punya janji seminggu sebelumnya, ga bisa mendadak. Bahkan tak jarang aku dikatakan sibuk banget sampai-sampai ga ada waktu buat mereka.

Zhiiinggg!! Jelas saja aku shock mendengarnya. Gimana tidak, keinginanku untuk terhindar dari kata sibuk justru malah menjadi kenyataan yang harus kujalani. Bahkan hal-hal yang kujalani ternyata tak jauh dari kata ribet dan merepotkan, for example, jadi sekretaris, sering direpotin teman (buat teman2ku yang sengaja atau ga sengaja baca, bukan berarti aku nggak senang direpotin kalian :-D), etc.... Tapi yang lebih anehnya kegiatan-kegiatan yang kulakukan itu -yang kata orang membuatku super sibuk- justru membuatku enjoy dan bisa mengembangkan diriku, bahkan kegiatan itu mendukung planning ke depanku banget (baca: bermanfaat banget). Yah..mungkin itu kali yaa yang namanya sebuah anugerah dari Tuhan yang sangat aku butuhkan, sekalipun tidak pernah sebersit pun aku pikirkan atau mungkin aku inginkan.

Dari sepenggal cerita ini, paling nggak aku tahu bahwa tak selamanya inginku akan sesuai dengan ingin-Nya. Dan ternyata ingin-Nya seringkali justru menjadi jalan mencapai apa yang aku butuhkan.. (bahkan seringkali aku merasa inginNya menjadi skenario terbaik bagi hidupku).

Terus apakah ketika apa yang kita inginkan pernah tidak terwujud kita tidak boleh kecewa? Kalau menurutku ya, bukan begitu juga... Kecewa boleh aja sih...aku juga pernah kok (namanya juga manusia), tapi (kata salah satu sahabat terbaikku) biarkan tangisan mengobati kekecewaan kita, tapi bukan kecewa padaNya, tapi kecewa pada diri kita sendiri karena tak mampu menerima kenyataan. Segala kemungkinan bisa saja terjadi bahkan untuk segala hal yang telah terencana. So, tugas kita ya... berusaha menjadikan apa yang hadir dalam diri kita menjadi yang terbaik, dan selalu S.E.M.A.N.G.A.T ^-^

***Bila waktuku telah sampai di penghujung***
**cobalah kau tatap fajar yang menghapus embun pagi**
*Bukan karna keangkuhannya, tapi karna seutas takdir tak bertaut di keduanya*